Permasalah hukum foto dan gambar dalam
tinjauan syari’at Islam sebenarnya bukanlah pembahasan yang baru. Para ‘ulama
pun semenjak dahulu telah membahas permasalahan ini. Namun pada kesempatan kali
ini saya tergerak untuk mencoba menuliskan kembali dan membahas secara
ringkas permasalahan ini dalam tulisan saya yang singkat .
Tentang hukum melukis gambar makhluk hidup
telah jelas dan gamblang larangan syari’at tentang hal ini dikarenakan
banyaknya hadits-hadits yang melarang untuk melukis gambar makhluk bernyawa
(termasuk membuat patung).
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata : Rasulullah bersabda
: “Sesungguhnya manusia yang paling keras disiksa di hari Kiamat adalah para
tukang gambar (mereka yang meniru ciptaan Allah)”. (HR. Bukhari & Muslim)Dari Ibnu Umar berkata : Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya orang yang membuat gambar-gambar ini akan disiksa hari kiamat, dan dikatakan kepada mereka, “‘Hidupkanlah apa yang telah kalian buat!”. (HR. Bukhari & Muslim, dengan lafadz Bukhari).
Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Rasulullah bersabda : “(Sesungguhnya kami para) Malikat tidak masuk rumah yang didalamnya ada anjing dan gambar” (HR. Bukhari & Muslim, dengan lafadz Muslim).
Dan masih banyak lagi hadits-hadits shahih tentang masalah ini.
Hadits-hadits ini adalah dalil yang nyata tentang haramnya membuat gambar
sesuatu yang bernyawa dan termasuk dosa besar yang diancam dengan neraka bagi
penggambarnya (na’udzubillahi min dzalik).
Lalu
bagaimana hukumnya dengan foto? Apakah foto bisa disamakan dengan gambar?
Para ‘ulama
berselisih pendapat dalam hal ini. Sebagian ‘ulama beranggapan bahwa foto sama
hukumnya dengan gambar/lukisan. Sehingga jika seandainya seorang fotografer
mengambil gambar melalui kameranya bisa di qiyas-kan
dengan melukis/menggambar, hukumnya haram dan pelakunya berdosa. Sebagian
‘ulama lainnya berpendapat bahwa fotografi tidaklah sama dengan
gambar/lukisan, juga tidak bisa disamakan antara memotret dan melukis sehingga
tidak bisa dihukumi sama antara keduanya.
Secara
pribadi, saya cenderung pada pendapat ‘ulama yang memperbolehkan foto dengan
beberapa penjelasan yang insya Allah lebih kuat dan lebih luas dalam
permasalahan ini. Saya banyak mengambil manfaat dari pandangan salah seorang
‘ulama yaitu Syaikh Abdus Salam Barjas dalam pembahasan hukum foto.
Syaikh
menjelaskan bahwa beliau termasuk diantara yang membolehkan gambar foto baik
karena ada kebutuhan atau pun tanpa ada kebutuhan karena dalam gambar foto itu
tidak tercakup dalam dalil-dalil yang melarang membuat gambar. Dalil-dalil yang
melarang membuat gambar hanyalah mencakup patung dan lukisan dengan tangan. Terlarangnya
membuat patung dan melukis dengan tangan adalah perkara yang disepakati oleh
para ulama.
Sedangkan
gambar foto itu tidak
menyaingi ciptaan Allah sama sekali, karena yang ada di foto
itu adalah ciptaan Allah itu sendiri, hanya saja bayang-bayangan ciptaan Allah
itu direkam dalam perangkat kamera dan dicetak pada lembaran kertas foto. Makna
dari ‘menyaingi ciptaan Allah’ yakni meniru bentuk dari rupa makhluk hidup
sebagaimana yang Allah ciptakan boleh jadi dengan cara memahat, membuat patung
atau pun dengan melukis.
[Fatwa
Syaikh Abdus Salam Barjas ini dikeluarkan pada tanggal 17 Juli 2003, di
Provinsi Syariqoh Uni Emirat Arab dalam acara Liqa al Maftuh]
Kembali pada
masalah hukum foto ini, jika harus memberikan putusan tentang halal dan
haramnya maka itu relatif , tergantung pada objek benda yang difoto atau maksud
tujuan dari memfoto tersebut. Jika objeknya adalah wanita apalagi wanita yang
tidak menutup aurat dengan sempurna, tidaklah diragukan keharamannya. Begitu
juga apabila tujuan dari memfoto adalah tujuan yang tercela (mis. menyebarkan
aib orang lain) maka memfoto hukumnya menjadi tercela/haram.